Kasus serangan ulat bulu sering sekali terjadi, bahkan ada juga yang sampai rumah rumah penduduk. Ternyata penyebab dari serangan ulat bulu ini adalah keseimbangan ekosistem yang terganggu. Sehingga rantai makanan yang mana merupakan proses makan dan dimakan tidak berjalan dengan semestinya.
Seperti pada kasus serangan hama tikus pada suatu ladang pertanian, hal tersebut disebabkan karena tidak ada atau sedikitnya jumlah predator yang bertindak sebagai pemangsa. Berkurangnya jumlah predator tersebut dapat ditelusuri, mengapa bisa terjadi demikian.
Kembali pada kasus serangan ulat bulu, ternyata beberapa hal yang menyebabkan terjadinya serangan ulat bulu atau lebih tepatnya populasi ulat bulu yang berlebihan adalah sebagai berikut :
1. Populasi burung liar di wilayah tersebut sudah mulai berkurang.
Burung merupakan salah satu hewan pemakan ulat. Jumlah ulat bulu yang meledak dapat terjadi karena banyaknya perburuan burung yang tidak terkontrol. Perburuan burung sebenarnya boleh dilakukan pada kondisi tertentu. Seperti yang dilakukan di luar negeri, diadakan kegiatan perburuan burung di perkotaan yang memang populasi burung di daerah tersebut sudah sangat banyak dan mengganggu kebersihan kota. Namun apakah yang terjadi di negara kita, banyak yang menyalurkan hobi berburunya dengan menembaki burung burung di alam terbuka. Secara tidak langsung apabila terus menerus hal tersebut dilakukan maka ekosistem lingkungan akan terganggu seperti jumlah ulat bulu yang merajalela.
2. Populasi serangga pemangsa ulat bulu.
Yang dimaksud dengan serangga pemangsa ulat bulu ini adalah semut nyangkrang. Sama seperti kasus diatas, apabila populasi semut nyangkrang yang bertugas sebagai pemangsa ulat berkurang maka otomatis populasi ulat bulu meningkat karena tidak ada yang memakan ulat tersebut. Sekarang apa yang menjadi penyebab populasi semut nyangkrang berkurang, mungkin karena perburuan telur semut nyangkrang oleh manusia yang biasa disebut 'kroto'. Manusia biasanya menggunakan telur semut nyangkrang untuk makanan burung peliharaan.
Setelah ditelusuri ternyata wabah ulat bulu yang terjadi tidak lepas dari perilaku manusia yang tanpa disadari merusak keseimbangan lingkungan di sekitar kita.
Seperti pada kasus serangan hama tikus pada suatu ladang pertanian, hal tersebut disebabkan karena tidak ada atau sedikitnya jumlah predator yang bertindak sebagai pemangsa. Berkurangnya jumlah predator tersebut dapat ditelusuri, mengapa bisa terjadi demikian.
Kembali pada kasus serangan ulat bulu, ternyata beberapa hal yang menyebabkan terjadinya serangan ulat bulu atau lebih tepatnya populasi ulat bulu yang berlebihan adalah sebagai berikut :
1. Populasi burung liar di wilayah tersebut sudah mulai berkurang.
Burung merupakan salah satu hewan pemakan ulat. Jumlah ulat bulu yang meledak dapat terjadi karena banyaknya perburuan burung yang tidak terkontrol. Perburuan burung sebenarnya boleh dilakukan pada kondisi tertentu. Seperti yang dilakukan di luar negeri, diadakan kegiatan perburuan burung di perkotaan yang memang populasi burung di daerah tersebut sudah sangat banyak dan mengganggu kebersihan kota. Namun apakah yang terjadi di negara kita, banyak yang menyalurkan hobi berburunya dengan menembaki burung burung di alam terbuka. Secara tidak langsung apabila terus menerus hal tersebut dilakukan maka ekosistem lingkungan akan terganggu seperti jumlah ulat bulu yang merajalela.
2. Populasi serangga pemangsa ulat bulu.
Yang dimaksud dengan serangga pemangsa ulat bulu ini adalah semut nyangkrang. Sama seperti kasus diatas, apabila populasi semut nyangkrang yang bertugas sebagai pemangsa ulat berkurang maka otomatis populasi ulat bulu meningkat karena tidak ada yang memakan ulat tersebut. Sekarang apa yang menjadi penyebab populasi semut nyangkrang berkurang, mungkin karena perburuan telur semut nyangkrang oleh manusia yang biasa disebut 'kroto'. Manusia biasanya menggunakan telur semut nyangkrang untuk makanan burung peliharaan.
Setelah ditelusuri ternyata wabah ulat bulu yang terjadi tidak lepas dari perilaku manusia yang tanpa disadari merusak keseimbangan lingkungan di sekitar kita.
0 komentar:
Posting Komentar